Law is power. Tapi saat hukum dibuat untuk membendung kebiasaan (habit) yang dipandang merugikan atau setidaknya menimbulkan mudharat, ternyata gembos dengan sendirinya. Ya, itulah yang tercermin dari Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (KRT/ KTM) yang diberlakukan di Surabaya mulai 22 Oktober tahun lalu.
Dievaluasi setelah satu tahun, ternyata Perda itu tak juga menunjukkan taringnya. Yang terjadi malah pelanggaran terjadi di mana-mana. Sama sekali tak ada perubahan dibandingkan dengan saat sebelum diberlakukan Perda itu. Memang, para perokok tidak tampak mengepulkan asap di tempat-tempat umum yang dilengkapi pendingin ruangan, seperti mall dan rumah sakit berkelas. Itu pun, saya pikir, bukan karena mematuhi Perda, melainkan karena kuatir ditegur satpam.
Ironisnya, ruangan khusus untuk merokok yang disediakan di tempat umum seperti itu justru tak pernah dimanfaatkan. Hampir selalu melompong. Jadinya, mubazir. Di kantor Pemkot Surabaya, konon, ruangan khusus merokok bahkan beralih fungsi menjadi gudang atau tempat penyimpanan perlengkapan upacara.
Aparat penegak hukum di lapangan turut memberikan paradoks bagi upaya law enforcement terhadap peraturan itu. Yaitu Satpol PP. Petugas dari institusi yang berada di bawah naungan Pemkot itu seharusnya memberi contoh dengan tidak merokok di sembarang tempat. Terlebih, sedang mengenakan seragam dinasnya. Kalau Satpol PP yang menjadi ’polisi’ saja masih merokok, masyarakat dengan sendirinya akan mencontohnya. Mereka seakan mendapatkan sebuah pembenaran untuk tetap merokok tanpa mengindahkan aturan itu.
Begitulah nasib Perda pembatasan merokok. Sambutan masyarakat tak baik. Tak hanya di Surabaya, di Jakarta juga. Meskipun begitu, pengalaman dua kota besar itu tak membuat gentar Pemkab Sidoarjo untuk menelurkan peraturan serupa. Ya, mereka berencana menggodok perda pembatasan merokok untuk kawasan Sidoarjo.
Baguskah? Tak tahulah. Seharusnya berkaca dari kegagalan Jakarta dan Surabaya. Dikuatirkan, kengototan Pemkab Sidoarjo membuat perda pembatasan merokok hanya akan menghamburkan uang rakyat semata. Bagaimanapun, Pemkab Sidoarjo mempunyai dalih, Sidoarjo perlu memiliki perda itu untuk mencegah arus perokok yang ’eksodus’ ke Sidoarjo karena dilarang merokok di Surabaya.
Walah... tak akan ada habisnya dibahas. Yang jelas, menurut saya, segala peraturan yang dibuat sehubungan dengan pembatasan merokok pasti sifatnya hanya hangat-hangat tahi ayam. Mengapa? Lha wong mereka yang membuat peraturan itu juga gemar merokok. Siapa tahu, mereka yang menggedok pengesahan perda itu kemudian menghisap rokoknya dalam-dalam di kamar mandi saat istirahat.
Di sini, hukum keok melawan habit merokok.
.
06 Desember 2010
Share This To :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Halo Edwin,
BalasHapusKok seperti di Jakarta saja walaupun sudah ada larangan dengan saknsi besar, tetap saja masih ada orang merokok di tempat umum seperti mal.
Tapi mari kita berpikir positif dan berharap pada akhirnya hukum yang menang.
Saya juga heran Mas Edwin,,ada segelintir orang yg mengatakan bahwa aturan itu di buat memang utk dilanggar, sebab logikanya seperti ini
BalasHapus" penyakitnya dulu baru obatnya"
Sepertinya merokok di tempat2 umum sudah sangat sulit utk dihentikan ya..?
BalasHapusDi tempatku yg sedang dirintis pun sepertinya tersendat2 jalannya.
Hukum di negara kita seringkali kalah melawan banyak hal dan banyak keadaan... :(
BalasHapushukum kalah tidak hanya karena habit..mas...yang lebih parah lagi..adalah ketika hukum kalah dengan duiiiiiiiiit.......keadilan hanya untuk orang kaya....bukan untuk orang yang tak berpunya..
BalasHapusbener juga tuh mas, hukum dibuat oleh manusia hingga py kelemahan spt manusia yg membuatnya :)
BalasHapusdasar orang indonesia,,,
BalasHapusyang namanya merokok pasti merugikan sob . . .
BalasHapussalam.
Kebanyakan hukum di Indonesia memang bertentangan dengan habit. Hukum seperti ini tidak bisa langsung dipaksakan untuk efektif secara instan. Seharusnya ada rencana jangka panjang yang bergenerasi. Artinya, mengikis habit secara perlahan-lahan.
BalasHapusTapi memang tetap saja sulit.
Saya merasa senang, karena masih banyak teman yang sadar akan lingkungan dan kepedulian untuk menjaganya, walaupun dengan cara masing-masing.
BalasHapusOya, saya ucapkan terimakasih kepada Pak Edwin yang mau memasang backlink blog saya. Semoga menjadi awal untuk saling berkomunikasi tentang hal yang membaikan.
susah untuk dijawab terkadang hukum py power tp juga power itu bisa dikalahkan oleh habbit kita sendri...tragis memang
BalasHapushehe... menarik juga gan. salam kenal
BalasHapussusah jawabnya gan hukum di indenesia itu,,, thank you atas infonya
BalasHapushabis gmn ya? dah habbit he7x
BalasHapusTahukah anda, ketika mereka membahas perda tsb sambil merokok?!
BalasHapushehe..
Setuju sob. Memang susah utk menegakkan peraturan tsb sementara yg mau menegakkan adalah si pelakunya sendiri.
BalasHapusSama saja Maling teriak Maling..hehe, repot jadinya.
lama deh gak mampir ke rumah mas edwin satu ini ^___^
BalasHapusbener-bener tuh mas, perda yg tentang rokok itu gatot banget
cuma bertahan berapa bulan ajah eh kayaknya gak nyampe sebulan hehe
salam kenal .
BalasHapussusah yang menjadi suatu kebiasaan untuk di tata ulang .
makasih .
kalau di Jakarta sendiri saya sampai sebel gara2 di angkot, bus, jalan2, & tmpt2 umum lain org2 masih aja pd ngerokok sembarangan. Mbok ya pd sadar, kalau yg ngisep asepnya & beresiko sakit tu bkn cuma mereka, tp jg kita2 yg di dekatnya :(
BalasHapuskalau menurut saya ini karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam mentaati hukum, lha wong pejabatnya aja pada menyepelekan hukum, ya jangan heran kalau rakyatnya ikut2an :P
BalasHapussusah om emang melawan habit mah
BalasHapusbiasanya kalo di negri kita buat hukum untuk di langgar bukan untuk di patuhi
BalasHapusrokok ketika sudah manjadi candu n habit ea walau sudah dibuat aturan juga tetep aj dilanggar mas.. lha sudah jadi karakter..
BalasHapusemang susah hukum di indonasia tuh,, susah melawan habit gan
BalasHapusnegara hukum sering merupakan kamuflase yang hampir tidak pernah ada,,,, hukum rimba selalu ada dimanapun tempatnya
BalasHapussulit mas klo utk peraturan pelarangan merokok selama msh ada yg memproduksinya
BalasHapussaya heran,... ko bisa ya?..
BalasHapusperaturan yang susah untuk di taati itu merokok...
BalasHapusperaturan untuk masalah rokok pasti kebanyak di langgar soal nya kebanyak masyarakat indonesia itu perokok..
BalasHapusyang membuat peraturan saja merokok bagaimana mungkin peraturan tersebut akan di taati..
BalasHapusyaa jelas lah kebiasaan yang menang...
BalasHapuskalau dikotaku walikota nya yang memasyarakatkan KTR (kawin terus asal rapih )
BalasHapusbelum tau nih apa arti habit heheh
BalasHapushabit ap tah mas ???
BalasHapusmakasih buat infonya
BalasHapuskalo di indonesia hukum buat di langgar ,,hehe
BalasHapuskebiasan memang sangant sulit dirubah meski humum sudah melarangnya, baru kejadiaan saat berada di tempat langganan Service AC di daerah jakarta tiba2 ada yang ngerokok padahal disampingnya tepat ada tulisan " DILARANG MEROKOK" ckckkckckkc
BalasHapusKalau menurut saya yakin hukum bisa mengalahkan kebiasaan, asal diberlakukan dengan benar. Tapi yang susah kan hukum mengalahkan duwit.???
BalasHapusindonesia gitu loh,,,
BalasHapuswah,,jadi lebih hebat habit dong,,?
BalasHapuskalau perokok yang kecanduan, pastilah habit yang menang.
BalasHapusTerimakasih banyak atas informasinya.,
BalasHapusSungguh luar biasa sekali banyak pelajaran yang saya dapatkan.... setelah saya berkunjung ke blog ini
terima kasih atas informasinya
BalasHapus