28 September 2009
18 comments

Insiden Jalan Raya: Siapa Benar, Siapa Salah

Senin, September 28, 2009
Empat hari lalu denyut kota Surabaya pascalibur lebaran sejatinya sudah dimulai. Beberapa penduduk kota dan beberapa instansi sudah mulai beraktifitas normal. Tapi baru BEBERAPA. Tak heran, nuansa lengang masih kental terasa. Selain di dalam kantor, juga di jalan-jalan kota.

Hari ini, nah, ini baru benar-benar dimulai yang namanya kehidupan normal. Penduduk kota Surabaya yang selama seminggu lebih kemarin tersebar di ‘diaspora’, kini beramai-ramai ‘eksodus’ masuk ke kota. Bagaimana keadaan kota? Tumplek-blek. Hu-uh, romantisme libur lebaran berakhir sudah.

Tadi pagi saat keluar dari komplek perumahan, saya langsung ‘shock’ melihat jalan raya yang sudah tak tampak aspalnya karena tertutup ratusan –bahkan ribuan- kendaraan dari beraneka jenis. Ya motor, mobil, bemo (angkot), bus, dan truk. Semuanya melebur dengan udara Surabaya yang panas, biarpun masih pagi.

Saat hendak melintasi traffic light yang berada di pertigaan Achmad Yani – Margorejo menuju ke arah kota, kaki saya mendadak merinding. Mengapa? Karena saya teringat kejadian Jumat tiga hari lalu. Titik itu memakan korban jiwa. Kejadiannya, siang hari sekitar pukul 11.00 ada sepasang suami istri berkendara motor melaju kencang di jalan itu. Saat hendak mencapai traffic light, mereka tidak menyadari keberadaan balok-balok beton yang difungsikan sebagai kanal pemisah jalur kiri untuk motor dan jalur kanan untuk mobil. Akibatnya, motor itu menabrak kanal dan membuat pengendaranya terpelanting ke samping. Nahas, dari arah belakang muncul truk yang langsung menyongsong mereka. Kolong dan roda truk pun menjadi algojo pencabut nyawa sepasang suami istri itu.

Kejadian itu adalah manifestasi kekuatiran saya selama ini. Saat Polwiltabes Surabaya kembali mengampanyekan Safety Riding beberapa bulan lalu dengan mengarahkan kendaraan roda dua (R2) berjalan di jalur kiri, saya sudah tidak sepakat dengan dipasangnya kanal-kanal di banyak traffic light jalan protokol. Mengapa? Jalan-jalan raya itu bertipikal arus tinggi. Memasang kanal di tengah jalan bagaikan ‘sengaja’ memasang jebakan maut yang siap meminta korban. Dan itu akhirnya terbukti. Dilihat dari sisi peraturan, jelas si korban bersalah. Tapi dari sisi lain, itu benar-benar MEMAKAN KORBAN.

Siapa yang salah? Siapa yang benar?

Sesaat akan melintasi traffic light itu, pikiran saya tentang kejadian kecelakaan itu kemudian teralihkan ke konsentrasi saya untuk mengarahkan motor saya ke jalur kiri. Semua motor melakukan hal sama sehingga bertumpuk di jalur kiri yang dibatasi oleh kanal-kanal ‘maut’ tadi.

Ada kejadian lucu. Sebuah motor dengan pedenya melaju kencang di jalur kanan. Yang pasti, dia sama sekali tak berniat berpindah ke jalur kiri. Pak Polisi yang berjaga di bawah traffic light sontak turun ke tengah jalan dan menghadang pengendara motor ‘jagoan’ tadi. Saya berpikir, nah kena kau. Bayangan saya, si pengendara motor pasti langsung mati kutu distop Pak Polisi yang berbadan tegap itu. Tapi, ehh, si motor malah berkelit dari hadangan Pak Polisi untuk kabur. Karena berada di tengah jalan dengan arus tinggi, Pak Polisi mungkin juga berpikir keselamatan dirinya sendiri. Melihat si motor nekat sudah siap lepas, Pak Polisi akhirnya cuma bisa mendorong keras si pengendara motor. Sempat oleng, motor itu bukannya tancap gas karena takut dibekuk Pak Polisi, melainkan malah minggir dan si pengendaranya menghardik dan menantang Pak Polisi.

Kok berani, ya? Pikir saya. Sambil terus melaju, sekilas saya melihat si pengendara yang mengenakan celana berwarna hijau tua dengan sepatu boot hitam. Ooh, ternyata dia tentara toh. Dia tak tampak seperti tentara karena mengenakan jaket sipil dan berseragam dinas, bukan baju doreng. Pantesan, dia berani menantang polisi. Oalah.. oalah…

Saya lalu berpikir, kalau tentara itu memakai baju doreng, pasti Pak Polisi sejak awal sudah tidak berniat menangkapnya, meskipun jelas-jelas bersalah. Coba kalau saya yang nekat, pasti sudah langsung diringkus.

Siapa yang benar? Siapa yang salah?

18 comments:

  1. Waduh, jadi bingung nih. Di negara kita tercinta ini, antara yang benar dan salah masih kadang terbalik-balik...
    Surabaya sekarang sudah ketularan macet ya? Saya pernah lama di Surabaya lho...

    BalasHapus
  2. @Lina@Happy Family:
    Gitu deh Mb Lina potret kita. Perilaku di jalan raya adalah salah satu contoh yg baik. Biar kita juga bukan orang sempurna tapi semoga kita selalu berusaha menjadi yg lbh baik. Mb Lina dulu arek Suroboyo juga?

    BalasHapus
  3. Huh emang oknum2 itu ngeselin
    bikin aturan tapi mereka seenaknya ngelanggar
    Semoga ada balasan buat mereka yang seperti itu..Amin
    Eh tp dulu pernah aku liat ada oknum abri ugal2an naek motor eh ga jauh dia jatuh
    dan orang disekitar ga ada yang nolongin cuma pada ketawa bilang sukurin maang enak jatuh belagu sieee
    ak di angkot cm senyum2 liatnya ^^

    BalasHapus
  4. kadang-kadang sampe suka salah nentuin yang benar jadi salah dan sebaliknya ya?tapi kalo aparat yang buat peraturan bisa melanggar seharusnya jangan marah or nilang donk kalo warga juga melanggar biar sama2 kacau heheheh (ngawur ya, jgn diikuti). btw sebaiknya kita sih jangan ikut2an melanggar, satu tindakan baik dari kita lambat laun pasti akan berbuah baik.

    BalasHapus
  5. wuih serem, ngeri, lucu bercampur aduk deh. gak ngerti siapa yang benar dan yg salah? kalau hukum tertib dan semua orang tertib, duh pasti gak ada tulisan seperti ini deh. hehehe....
    maaf karena disini hukumnya tegas dan pelanggaran lalu lintas dendanya sangat tinggi, tapi bagi yang berduit tetap saja melanggar tuh.

    BalasHapus
  6. salam sobat
    yang menentukan salah atau benar,,,ya yang sadar akan ketertiban.
    biasanya ngga ada yang mau disalahkan.

    salam kenal juga dari NURA.

    BalasHapus
  7. Kondisi lalu lintas di kota2besar kurang lebih sama. Pada akhirnya kita sebagai warga negara harus inisiatif mentaati hukum dan peraturan yang berlaku. Sebab kalau ikuti para penegak hukum belum tentu benar.

    BalasHapus
  8. aye cuma pesan sebagai sesama pemakai jalan raya... ya yang sopan lah. wong jalan tu bukan milik sndiri. aye jg kan byr pajak walo suka telat :DDD

    BalasHapus
  9. Duh, kalo soal traffic sampe skarang masih trauma kalo naik mobil ato motor yg melaju lewat 60Km/Jam. Makanya lebih suka mengeram di rumah saja, jalan-jalan lewat internet huehehehe...

    BalasHapus
  10. bukannya klo ada yg melanggar justru ada tambahan pemasukan kang sob?

    BalasHapus
  11. wah gado2 nich mas edwin ceritanya he..he..surabaya sekarang dh seperti jakarta ja, arus lalu lintasnya padat dan kurang teratur... cerita lama kl polantas sering jadi musuh masyarakat he..apalgi kl dh nilang tp uangnya masuk kantung sendiri dengan alasan jalan damai...

    BalasHapus
  12. bebasuploadsekolah.wordpress.com

    BalasHapus
  13. siapa yang benar ? dan siapa yang salah ?
    pertanyaan classic yang masih sering di utarakan bagi sebagian orang..

    setiap orang punya sisi di mana kebenaran itu "menjadi" salah atau mungkin kesalahan itu "menjadi" benar. tergantung pada situasi, kondisi dan POSISI .

    balok-balok beton yang difungsikan sebagai kanal pemisah jalur kiri untuk motor dan jalur kanan untuk mobil itu sebenarnya punya tujuan baik tapi untuk kondisi di atas bisa juga menjadi salah

    BalasHapus
  14. Menurut saya manusianya saja yang tidak disiplin

    BalasHapus

 
Toggle Footer
Top