Surga Merindukan Kita

Sebuah Catatan Ramadhan

Mumpung di bulan Ramadhan, saya pikir tak ada ruginya berbagi info yang berhubungan dengan nafas keimanan. Sama sekali tak ada maksud menggurui, karena ilmu agama saya masih jauh di bawah cukup. Saya cuma sharing semata, siapa tahu dapat memberikan sedikit manfaat.

Bahan sharing ini pun saya dapat saat saya mengikuti shalat Jumat tadi siang. Yang menjadi topik siraman rohani adalah SURGA. Nah, siapa yang tak mau masuk surga? Bukankah surga adalah final destination kita? Tapi, mudahkah masuk surga? Itu yang selalu menjadi pertanyaan besar bagi umat manusia.

Mungkin banyak manusia yang berpikir masuk surga adalah utopia belaka, karena besarnya godaan dan ujian yang harus dilewati manusia sebelum mencapai surga. Rasanya, surga hanya pantas dijamah oleh orang-orang maksum macam Rasulullah dan para nabi, serta para sahabat dan pengikut setianya. Sedangkan bagi manusia akhir zaman seperti kita ini, masuk surga masih menjadi sebuah mimpi besar.

Bagaimanapun, berkecil hati bukanlah solusi. Justru bisa-bisa malah membuat kita benar-benar jauh dari harumnya surga. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah sudah memberi motivasi supaya kita berbesar hati dan yakin bisa masuk surga. Rasulullah menggambarkan, justru surgalah yang rindu dimasuki orang-orang seperti kita, asal kita mau mengikuti apa yang telah diajarkan Rasulullah dengan baik dan benar. Apa saja itu?

Rajin membaca Quran

Sudah kita pahami bahwa Al-Quran adalah buku petunjuk tentang mengapa kita diciptakan, apa yang harus kita lakukan di dunia ini, dan apa yang kita tuju setelah ini. Sifatnya adalah divine, langsung dari Allah Sang Khalik. Jadi lumrahlah kalau kita harus menyediakan tempat dan waktu bagi Al-Quran untuk masuk dalam kehidupan kita, termasuk di setiap nafas dan aliran darah kita. Sangat besar keutamaan dan pahalanya. Membaca Al-Quran tanpa memahami artinya saja sudah berpahala, apalagi memahami artinya, maknanya, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita.

Menjaga lisan

Lisan itu bagaikan pisau tajam. Salah sedikit menggunakan lisan, bisa besar dan detrimental akibatnya. Apalagi kalau sengaja menyalahgunakannya. Menghujamkan lisan yang tajam ke punggung manusia yang lain sama saja dengan menyeret daging yang tercecer dari tubuh kita sendiri. Kita juga tak layak menjelekkan orang lain, karena bisa jadi kita justru lebih jelek dari orang yang kita jelek-jelekkan itu.

Memberi makan orang yang lapar

Siapakah orang yang lapar itu? Pertama, orang yang berpuasa. Nah, ini bulan Ramadhan. Ini momen tepat untuk mewujudkan itu. Menyediakan takjil ke masjid atau surau terdekat sangat luar biasa. Juga, membeli dengan ikhlas tiket berbuka puasa untuk anak yatim piatu tak kalah mulianya. Kedua, orang yang lapar sebelum berpuasa, yang tak lain adalah orang miskin yang lapar secara konstan.

Demikianlah, saya jadikan ini sebagai pengingat bagi diri saya sendiri yang masih bukan apa-apa ini. Jika ternyata dapat memberikan sedikit manfaat buat teman-teman, saya bersyukur. Tidak apa-apa kan saling mengingatkan? Thanks...


.