Sebuah renungan menjelang tahun ajaran baru
Libur telah usai. Libur telah usai. Hatiku….? Yup, Senin lusa tahun ajaran baru sekolah dimulai. Liburan ke rumah nenek selesai. Nonton film liburan di rumah selesai. Sebagai gantinya siapkan seragam, buku, dan perlengkapan sekolah. Saatnya kembali ke DUNIA NYATA. Saatnya kembali menuntut ilmu dan menggapai asa menjadi orang sukses nanti. Saatnya back to school…
Tapi sekarang coba simak pernyataan ini: “Sekolah itu tidak wajib. Saya tidak memaksa anak saya untuk sekolah tinggi-tinggi…”
Tapi sekarang coba simak pernyataan ini: “Sekolah itu tidak wajib. Saya tidak memaksa anak saya untuk sekolah tinggi-tinggi…”
Kalimat itu meluncur dari bibir Ahmad Dhani, pentolan grup band Dewa. Bagi Dhani, untuk mencapai kesuksesan tidak harus dengan bersekolah. Dhani pun membuktikan ucapannya itu. Cuma tamatan SMA, tapi ia mampu menjadi kaya dan sukses lewat bermusik. Ia pun menjadi contoh pemusik yang sukses merajai industri musik Indonesia dengan menjadi produser, melalui perusahaan miliknya, Republik Cinta.
Ketidakyakinannya kepada sekolah tampaknya ‘diwariskan’ ke anak-anaknya: Al, El, dan Dul. Ketiga jagoan itu tidak diarahkan bersekolah tingi-tinggi. Seperti peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, Al, El, dan Dul kini juga menjadi pemusik. Mereka punya grup band cilik: Lucky Laki. Aktor di balik mereka sudah tentu Dhani, sang ayah. Konon, mereka dibayar Rp 50 juta untuk sekali manggung. Angka yang cukup fantastik untuk ukuran band bocah yang masih ‘hijau’. Kiprah Dhani diikuti grup band Radja yang ‘mengkader’ anak-anak mereka untuk menjadi pemusik juga, melalui grup band Radjacilik.
Era ‘ambisi orang tua’ untuk menjadikan anak mereka artis sebenarnya sudah dimulai satu dekade lalu, saat penyanyi cilik Joshua Suherman sedang lucu-lucunya. Orang tua Joshua saat itu dituding ‘mengeksploitasi’ anaknya menjadi mesin uang bagi mereka. Contoh lain, Ibrahim Khalil Alkatiri. Bocah empat tahun yang akrab dipanggil Baim itu bahkan sudah menjadi ‘artis senior’. Main di banyak sinetron dan iklan sudah menjadikannya balita jutawan.
Fenomena itu rupanya menginspirasi banyak orang tua. Menjadi artis diyakini sangat enak. Bisa cepat kaya dan membantu memperbaiki taraf kehidupan keluarga. Gelagat itu dengan cepat ditangkap para insan entertainment. Maka bermunculanlah berbagai kontes untuk menjadi artis secara instan, seperti Indonesian Idol, Akademi Fantasi Indonesia (AFI), dan Kontes Dangdut KDI. Tidak hanya kontes menyanyi, namun juga kontes pelawak API dan kontes ilusionis The Master. Tidak pula hanya untuk remaja, melainkan juga untuk anak-anak seperti Idola Cilik, AFI Junior, dan The Master Junior.
Banyak orang tua yang terjun langsung menemani anaknya ikut audisi. Bahkan, ada yang ikut tampil bersama anaknya di panggung. Makna dari semua itu: orang tua zaman sekarang TIDAK KEBERATAN anaknya menjadi artis. Di mata mereka, popularitas dapat membuat jadi sukses (baca: kaya).
Ini sangat bertolak belakang dengan prinsip yang dulu dipegang dan bertahan hingga satu dekade lalu. Saat itu, sekolah adalah nomor satu di mata orang tua. Apapun dilakukan orang tua asalkan anaknya bisa mengenyam bangku sekolah. Saat sang anak mencoba meringankan beban orang tua dengan bekerja, sang orang tua menentang keras.
“Buat apa kamu kerja. Kamu sekolah saja. Soal biaya itu urusan Bapak”. Begitu kan yang sering kita dengar?
Namun waktu berjalan. Zaman berubah. Kebijakan berubah. Situasi juga berubah. Diterapkannya otonomi pendidikan membuat orang tua kelimpungan. Kalau dahulu apapun dilakukan untuk bisa masuk sekolah negeri –karena murah-, kini sekolah negeri dan swasta sudah ‘setara’ untuk urusan gedenya biaya pendidikan. Kondisi ini membuat orang tua puyeng. Nah, ketika ‘disodori’ pilihan instan yang dirasa memberikan harapan untuk mereka, maka pilihan untuk mengganti mindset pun dipilih.
PARADIGMA orang tua tentang perlunya SEKOLAH untuk anak-anak mereka tampaknya telah BERUBAH.
Nah, bagaimana menurut anda? Anak harus bersekolah setinggi-tingginya, atau lebih enak jadi artis saja?
pilih sekolah aja soalnya liburnya banyak, masih dikasih uang saku, belum punya tanggung jawab ama kerjaan , tekanan dari kantor dsb, n belum dikejar kejar deadline untuk nikah xixixixixixix, klo jadi artis pusiiiiing ntar digosipin terus meski duit banyak
BalasHapusklo acuannya materi omongan dhani bener,,tp klo acuannya "tumbuh kembanya wacana baru & kemampuan analisa' dg sekolah cara yg g bs ditawar,,
BalasHapusliat aja omongan dhani setiap kali ol line,,,itu representasi org yg kurang wacana dan cenderung congkak
@Anonymous: Kutahu ini pasti Dinar khan? Oh jadi pengennya jadi anak sekolah terus? Ga gede2? Ga mau nikah? :-P
BalasHapus@Blog Sedekah'Tul Mas, dhani memang begitu hehe.. Anggap saja dhani adalah sisi lain. meskipun emang dari sisi dia ada benarnya. Tapi yang namanya bersekolah itu seperti kodrat.
BalasHapusartikel yang menarik mas. Kalo disuruh pilih sekolah dan artis, kayaknya sekolah dulu deh, banyak orang tua sekarang emang lebih mementingkan anaknya jadi artis daripada sekolah, yah siapa yang nggak tergiur dengan ketenaran dan kekayaan?tapi yang dikorbankan adalah dunia anak-anak. Lihat saja banyak anak yang terlanjur "tercipta dewasa" baik mental maupun penampilan. Sekolah rasanya harus tetap menjadi yang utama karena anak di ajarkan berbagai ilmu dan berinteraksi sosial dengan anak sebayanya, memang belajar itu bisa dimana saja, bahkan kehidupan kita adalah proses pembelajaran. Tapi kita masih memerlukan sekolah sebagai bekal mengasah wawasan kita akan banyak hal dalam kehidupan.
BalasHapussalam knl aj.,.
BalasHapuspengen jadi orang sukses...
BalasHapusgak usah jadi artis tpi sukses
gak usah sekolah tapi sukses
gak usah...
heheheh....
@Mb Nathalia: Bener juga Mb Lia. Artis2 kita punya satu ciri khas: dewasa sebelum waktunya. Personality mereka seperti 'dikarbit'. tdk melewati masa kanak2 mrk dengan alami. thx comentnya..
BalasHapus@Alfi, @Retnet: Salam kenal juga. Thx for coming. :)
BalasHapuskalau aku tetep milih anak-anak untuk bersekolah. bekali anak2 dgn ilmu dan iman.
BalasHapustapi kalau baca artikelnya memang susah, apalagi media iklan begitu gencar menawarkan janji2.
kembali ke orang tua masing2 saja.
@Narti: Yup, sekolah yang pinter biar nanti bisa kerja di qatar ya bu hehhehe
BalasHapus>> sekolah atau jadi artis ?
BalasHapusInsyaAllah saya pilih sekolah ..
Sehingga nanti punya pilihan menjadi apapun anak saya nanti, dia akan memilih yang terbaik bagi dirinya ..
Mungkin juga dia jadi artis .. Yang pasti artis yang sekolah, punya IQ and EQ yang baik.. :D
Ini Mbak Nike ya? Hmm jadi artis yang berpendidikan ya mb? IQ bagus, EQ bagus, dan tambah ESQ-nya juga dong mb :)
BalasHapusTetap saja sekolah lebih penting. Kalau anak memang mau menjadi artis, harus dibatasi. Jangan sampai rutinitas artis merenggut masa belajar, bermain, dan bergaul mereka. Anak-anak tetaplah anak-anak, jangan dipaksakan hidup dalam dunia orang dewasa.
BalasHapusaq pengin sekolah nyambi jd artis yg sukses & punya prinsip,,
BalasHapusjd sekali nembak, 2 burung jatuh..
iya khan kang edwin?
@TOPNews: Itu emang pilihan paling pragmatis mas. saya jg mau kayaknya hehehe
BalasHapusPilih menuntut ilmu dong...emang susah ngomong sama OKB yang sombong & gak berpendidikan. Toh gak usah dibilagin kalo doi gak sekolah tinggi2 juga udah keliatan kalo dia sekolahnya gak tinggi yak??
BalasHapus@All: Thank berat untuk semua komennya, teman-teman...
BalasHapusRasanya terlalu dini untuk menjadi artis.
BalasHapusKalau Ahmad Dhani sekarang ini bukan seorang musisi yang sukses, saya yakin komentarnya pasti beda. Pasti dia akan katakan: "Sekolah itu penting."
saya juga termaksud salah satu orang yang gak terlalu mementingakan pendidikan formal sih. Makanya dulu waktu kuliah saya cabut pas tahun pertama. Soalnya pendidikan yang diberikan alam semesta lebih penting ^^ Tapi bukan brarti saya juga tidak stuju dgn pendidikan akademis, saya setuju banget malah. Hanya saja untu saat ini masih merasa diluar akademis yang lebih penting ^^
BalasHapusPendidikan itu sangat penting bagi saya namun harus disesuaikan dengan kemampuan kita juga..
BalasHapusEnakan jadi artis, cepat kaya..... Itu kalau nasibnya bagus
BalasHapus