BUDI sedang merintis usaha percetakan. Karena berobsesi mempunyai percetakan besar ke depan nanti, ia serius menyiapkan infrastrukturnya. Terutama mesin cetak, sebagai ujung tombak usaha percetakan. Tidak mau setengah-setengah, Budi mendatangkan mesin cetak terkenal dari Jerman, Heidelberg. Ia beli mesin itu dari Gunther, distributor mesin itu di Jerman.
Dari ilustrasi di atas, mungkin ada di antara kita yang berkomentar seperti ini: “Kayaknya mudah ya melakukan itu. Tinggal order, barang datang, dan bayar. Selesai”.
Benarkah? Eitt, tunggu dulu. Kita harus telisik lebih dalam. Dan, mau tak mau kita akan mendapati kenyataan bahwa transaksi jual-beli seperti itu ternyata rumit! Banyak kendala yang potensial muncul. Dibandingkan dengan jual-beli lingkup lokal, transaksi lingkup internasional jauh lebih kompleks. Jadi, perlu dipahami karakteristik-karakteristik perdagangan internasional yang membuat kegiatan ini jadi ribet.
Apakah karakteristik-karakteristik itu? Ini dia:
1. Perbedaan waktu
Beda waktu antara Jerman dan Indonesia kurang lebih enam jam. Dalam posisi Budi sebagai pembayar, perbedaan waktu itu tidak berpengaruh signifikan. Jika Budi mentransfer pembayaran dari banknya di Indonesia pukul 9 pagi, di Jerman masih pukul 3 dinihari. Masih ada waktu uang itu sampai di Jerman hari itu juga, apalagi kalau Budi menggunakan sarana pembayaran bank to bank transfer, yang memungkinkan kiriman uang diterima pada hari yang sama.
Tapi jika posisinya dibalik, bisa jadi masalah. Misalnya Gunther datang ke banknya pukul 9 pagi, di Indonesia sudah jam 3 sore. Besar kemungkinan uang diterima di Indonesia keesokan harinya. Ini adalah contoh bagaimana perbedaan waktu bisa jadi kendala.
2. Perbedaan bahasa
Perbedaan bahasa dapat menimbulkan perbedaan persepsi terhadap suatu permasalahan. Besar kemungkinan Budi tak bisa berbahasa Jerman. Sebaliknya juga begitu, Gunther tak bisa berbahasa Indonesia. Untuk menjembataninya, perlu disepakati penggunaan bahasa yang secara umum digunakan secara internasional. Bahasa Inggris adalah pilihan yang paling rasional.
3. Perbedaan kebijakan pemerintah
Setiap negara tentu mempunyai regulasi berbeda dalam mengatur perdagangan lokal maupun internasional. Apabila terjadi dispute, rasanya tak mungkin masing-masing pihak memaksakan untuk menggunakan produk hukum negaranya sebagai acuan. Untuk itu, guna meminimalisasi risiko yang mungkin muncul, sejak awal perlu disepakati penggunaan produk hukum yang bersifat internasional, misalnya produk Kamar Dagang Internasional (International Chamber of Commerce/ICC) seperti Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (UCPDC). Produk ini digunakan dalam konteks perdagangan internasional yang menggunakan letter of credit (L/C). Kita akan membahasnya pada sesi yang lain.
4. Perbedaan mata uang
Untuk menjembatani adanya perbedaan mata uang yang berlaku di negara para pihak yang bertransaksi, perlu disepakati penggunaan mata uang tertentu. Yang sering dipilih adalah mata uang yang termasuk hard currency, yaitu mata uang yang nilai tukarnya relatif stabil dan mudah diperoleh di pasar forex. Rasanya tak mungkin Gunther bersedia menggunakan mata uang Rupiah. Tentu ia maunya menggunakan Euro atau US Dolar. Dan, Budi tampaknya tak punya pilihan lain.
5. Perbedaan kebiasaan
Beda negara dan kebudayaan tentu beda pula kebiasaan mereka. Perbedaan kebiasaan ini perlu dipahami sebelum melakukan transaksi, sehingga tak timbul masalah pada saat melaksanakan transaksi.
Nah, kalau sudah ada fakta bahwa bertransaksi dengan orang di negara sana itu ternyata ribet, apakah kegiatan ini masih perlu dilakukan? Mengapa Budi harus bersusah-payah membeli mesin cetak ke Jerman? Apakah tidak bisa dicari di pasar lokal?
Open up your eyes… Budi bisa saja mendapatkan mesin cetak buatan Sidoarjo, misalnya. Tapi kalau kita mau jujur, kualitasnya kemungkinan besar tak sebagus produk negara maju. Mengapa? Penguasaan teknologi adalah jawabannya. Negara yang memiliki teknologi tinggi akan dapat memroduksi barang berkualitas, efisien, dan berdaya saing tinggi. Ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Jerman dibandingkan Indonesia. Indonesia pun memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki Jerman. Misalnya, sumber daya alam. Pada gilirannya akan terjadi transaksi antarnegara. Jadi, terlepas dari segala keribetannya, perdagangan internasional tidak dapat ditolak untuk terjadi. Ya, perdagangan internasional sudah merupakan takdir!
Dari ilustrasi di atas, mungkin ada di antara kita yang berkomentar seperti ini: “Kayaknya mudah ya melakukan itu. Tinggal order, barang datang, dan bayar. Selesai”.
Benarkah? Eitt, tunggu dulu. Kita harus telisik lebih dalam. Dan, mau tak mau kita akan mendapati kenyataan bahwa transaksi jual-beli seperti itu ternyata rumit! Banyak kendala yang potensial muncul. Dibandingkan dengan jual-beli lingkup lokal, transaksi lingkup internasional jauh lebih kompleks. Jadi, perlu dipahami karakteristik-karakteristik perdagangan internasional yang membuat kegiatan ini jadi ribet.
Apakah karakteristik-karakteristik itu? Ini dia:
1. Perbedaan waktu
Beda waktu antara Jerman dan Indonesia kurang lebih enam jam. Dalam posisi Budi sebagai pembayar, perbedaan waktu itu tidak berpengaruh signifikan. Jika Budi mentransfer pembayaran dari banknya di Indonesia pukul 9 pagi, di Jerman masih pukul 3 dinihari. Masih ada waktu uang itu sampai di Jerman hari itu juga, apalagi kalau Budi menggunakan sarana pembayaran bank to bank transfer, yang memungkinkan kiriman uang diterima pada hari yang sama.
Tapi jika posisinya dibalik, bisa jadi masalah. Misalnya Gunther datang ke banknya pukul 9 pagi, di Indonesia sudah jam 3 sore. Besar kemungkinan uang diterima di Indonesia keesokan harinya. Ini adalah contoh bagaimana perbedaan waktu bisa jadi kendala.
2. Perbedaan bahasa
Perbedaan bahasa dapat menimbulkan perbedaan persepsi terhadap suatu permasalahan. Besar kemungkinan Budi tak bisa berbahasa Jerman. Sebaliknya juga begitu, Gunther tak bisa berbahasa Indonesia. Untuk menjembataninya, perlu disepakati penggunaan bahasa yang secara umum digunakan secara internasional. Bahasa Inggris adalah pilihan yang paling rasional.
3. Perbedaan kebijakan pemerintah
Setiap negara tentu mempunyai regulasi berbeda dalam mengatur perdagangan lokal maupun internasional. Apabila terjadi dispute, rasanya tak mungkin masing-masing pihak memaksakan untuk menggunakan produk hukum negaranya sebagai acuan. Untuk itu, guna meminimalisasi risiko yang mungkin muncul, sejak awal perlu disepakati penggunaan produk hukum yang bersifat internasional, misalnya produk Kamar Dagang Internasional (International Chamber of Commerce/ICC) seperti Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (UCPDC). Produk ini digunakan dalam konteks perdagangan internasional yang menggunakan letter of credit (L/C). Kita akan membahasnya pada sesi yang lain.
4. Perbedaan mata uang
Untuk menjembatani adanya perbedaan mata uang yang berlaku di negara para pihak yang bertransaksi, perlu disepakati penggunaan mata uang tertentu. Yang sering dipilih adalah mata uang yang termasuk hard currency, yaitu mata uang yang nilai tukarnya relatif stabil dan mudah diperoleh di pasar forex. Rasanya tak mungkin Gunther bersedia menggunakan mata uang Rupiah. Tentu ia maunya menggunakan Euro atau US Dolar. Dan, Budi tampaknya tak punya pilihan lain.
5. Perbedaan kebiasaan
Beda negara dan kebudayaan tentu beda pula kebiasaan mereka. Perbedaan kebiasaan ini perlu dipahami sebelum melakukan transaksi, sehingga tak timbul masalah pada saat melaksanakan transaksi.
Nah, kalau sudah ada fakta bahwa bertransaksi dengan orang di negara sana itu ternyata ribet, apakah kegiatan ini masih perlu dilakukan? Mengapa Budi harus bersusah-payah membeli mesin cetak ke Jerman? Apakah tidak bisa dicari di pasar lokal?
Open up your eyes… Budi bisa saja mendapatkan mesin cetak buatan Sidoarjo, misalnya. Tapi kalau kita mau jujur, kualitasnya kemungkinan besar tak sebagus produk negara maju. Mengapa? Penguasaan teknologi adalah jawabannya. Negara yang memiliki teknologi tinggi akan dapat memroduksi barang berkualitas, efisien, dan berdaya saing tinggi. Ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Jerman dibandingkan Indonesia. Indonesia pun memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki Jerman. Misalnya, sumber daya alam. Pada gilirannya akan terjadi transaksi antarnegara. Jadi, terlepas dari segala keribetannya, perdagangan internasional tidak dapat ditolak untuk terjadi. Ya, perdagangan internasional sudah merupakan takdir!
bisa kita kendalikan??
BalasHapuskoq bisa kyk gtu??
BalasHapusMy brother suggested I may like this blog. He was once entirely right. This put up truly made my day. You cann't consider simply how so much time I had spent for this information! Thank you!
BalasHapusI just added your web site to my blogroll, I pray you would consider doing the same.
BalasHapusTernyata ribet juga ya... belanja barang dari luar negeri....
BalasHapus