25 Juni 2010
31 comments

Nebeng

Jumat, Juni 25, 2010
Kemarin pagi, saya berangkat bekerja pukul 6.45 pagi, seperti biasanya. Bagi saya itu waktu yang paling ‘fair’. Asal disiplin, saya bisa merasakan banyak kegiatan di pagi hari. Mulai blogging selepas subuh, mandi, sarapan, bermain sejenak dengan anak saya, hingga tiba di kantor tepat waktu (7.30 WIB).

Baru beberapa puluh meter selepas blok saya, saya melihat seorang pria melambaikan tangannya. Ternyata yang dituju adalah saya yang sedang melaju pelan dengan motor saya. Dia tampak terburu-buru dan berseru pelan ke saya, “Mas, boleh nebeng sampai ke depan?” Yang dia maksud adalah menumpang saya hingga ke jalan raya selepas pintu gerbang perumahan. Jaraknya sekitar 750 meter dari posisi kami.

Apakah saya berhenti untuk memberinya tumpangan? Tidak, saya cuma mengangkat tangan tanda tidak bersedia, dan terus melanjutkan perjalanan dengan sedikit menambah kecepatan motor saya. Dari kaca spion kiri saya melihat pria itu kecewa dan gelisah sambil mengayunkan langkahnya searah dengan jalur saya. Sesekali dia menengok ke belakang. Tampaknya, dia menanti orang lain yang bersedia memberinya tumpangan.

Anda pasti berpikir saya jahat, pelit, egois, asosial, atau kata-kata lain sejenis itu. Mengapa tidak mau memberi tumpangan kepada seseorang yang sedang terburu-buru? Apalagi tujuannya searah dengan jalur saya? Bagaimana kalau saya yang berada di posisi membutuhkan tumpangan, tapi tak ada seorang pun yang sudi membantu?

Lebih dari itu, ini bukan penolakan saya yang pertama. Saya beberapa kali mendapati orang yang ingin menumpang, tapi selalu saya tolak. Nah, lho…

Saya menerima kalau dituding seperti itu. Tapi satu hal yang pasti, saya BENCI melakukan hal itu. Tentu saya selalu ingin membantu orang yang membutuhkan. Rasanya ikut senang melihat orang lain senang atas bantuan kita.

Penolakan itu saya lakukan karena ada hubungannya dengan pengalaman masa lalu saya. Ceritanya begini. Di suatu siang hari yang panas, saya sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah, mengendarai sepeda jengki saya yang besar. Kala itu saya masih duduk di kelas 3 SMP. Saya sangat bangga dengan sepeda yang baru beberapa bulan dibelikan oleh bapak saya itu. Sepeda itu juga terasa lebih nyaman dibandingkan sepeda BMX yang sebelumnya setia menemani saya.

Perjalanan saya tinggal satu kilometer jauhnya menuju rumah. Saat melewati sebuah ruas jalan, seorang pria yang tampak sedang bingung dan gelisah menghentikan sepeda saya. Di sampingnya ada sebuah motor bebek dengan jok tempat duduk yang dibuka. Penutup tangki bensin juga tampak terbuka. Tampaknya dia kehabisan bensin. Dengan agak panik dia meminta tolong agar saya mengantarkannya mencari kios bensin eceran terdekat. “Aku mau ke rumah sakit, Dik. Istriku mau melahirkan,” ucapnya yang hingga kini masih saya ingat.

Tanpa berpikir yang aneh-aneh, saya bersedia membantunya. Setelah meluncur beberapa puluh meter dan memasuki jalan yang sepi, tanpa pernah saya duga, pria berkumis tipis itu mendadak meminta saya berhenti. Dia segera turun dari jok belakang dan membentak saya, “Endi sepedamu! Ngalih kono! (Serahkan sepedamu! Pergi sana!)”. Tak cuma itu, dia menakut-nakuti saya dengan pisau lipat yang diambil dari saku celananya.

Saya tak berani melawannya. Meskipun badannya tak begitu besar, tapi tampaknya lebih kuat dari saya. Usianya pun sekitar sepuluh tahun di atas saya. Akhirnya, saya hanya bisa terpaku ketakutan merelakan sepeda saya dirampok oleh pria yang semula tampak seperti orang baik-baik itu.

Saya langsung teringat motor yang kehabisan bensin milik pelaku. Bergegas saya berlari ke tempat semula kami bertemu. Tapi, motor itu tak ada di sana. Saya selanjutnya tersadar kalau motor itu cuma sebagai alat pancingan. Pasti di sekitar tempat itu ada teman komplotannya yang segera membawa motor pergi begitu dia pergi membonceng saya.

Kejadian dua puluh tahun lalu itu sepertinya terus terbawa ke alam bawah sadar saya. Kini, setiap kali ada orang yang hendak nebeng, tubuh saya seperti spontan menyalakan alarm. Saya pun langsung bersikap defensif.

Nah, itulah alasan mengapa saya selalu keberatan jika ditebengin. Dalam kondisi tertentu mungkin alasan saya ini berlebihan, tapi ini kenyataannya. Saya belum bisa melawannya hingga kini. Yang penting, saya berkeyakinan bahwa saya tidak seperti yang anda tuduhkan :D


.

31 comments:

  1. Pengalaman pahit jangan terulang lagi, sikap hati-hati adalah langkah terbaik! Memang kita harus sabar dan bisa menyadari kalau seseorang biasa langsung menilai walaupun tanpa tahu alasannya!

    BalasHapus
  2. Pengalaman masa lalu yang traumatis mas.., pantas saja sulit dihilangkan hingga kini.
    Jadinya sampai sekarang sulit percaya thd niat seseorang dalam mencari nunutan ya..?

    BalasHapus
  3. Halo Edwin,
    Sikap anda yang menolak permintaan orang tidak dikenal nebeng dengan anda adalah tepat. Saya pun yang tidak pernah alami kejadian sperti anda, akan bersikap demikian.

    BalasHapus
  4. trauma emang sulit diilangi ya mas :)

    BalasHapus
  5. Tidak masalah mas Edwin melakukan itu karena pasti ada maksudnya :D

    BalasHapus
  6. tidak memberikan tumpangan kepada orang yang tidak dikenal bukanlah perbuatan tercela terlebih mengingat dewasa ini banyak tindak kejahatan dengan alasan seperti itu. Salam

    BalasHapus
  7. hmmmm... jadi itu Mas masalahnya, masih trauma dengan kejadian masa lalu. memang sayapun juga begitu kalo di jalan ada yang mau nebeng & tidak kenal sama sekali baiknya dibiarkan saja.
    cari aman, selamat & harus hati2.

    saya jadi ingat tetangga saya (2 bulan yang lalu)pulang dari Bandung ke Tasikmalaya sekitar jam 8 malam bawa mobil Nissan X trail sendirian tepatnya didaerah limbangan garut ada yang mau nebeng langsung aja ikut naik. baru kira2 30 menit ditodong, di ikat, mulut di sumpal, mata ditutup dsb sampai dibawa keliling hampir 4 jam lebih dan diturunkan di daerah krawang, akhirnya raib semuanya mobil nissan x trail, dompet, uang cash, atm, jam & cincin. sampai sekarang tidak kembali lagi mobilnya, walaupun sudah lapor ke polisi setempat.
    Haaa.... jadi cerita saya.

    trims Mas Edwin, smg sukses selalu n tetap semangat

    BalasHapus
  8. salam sobat
    ya mas, memang tepat, kalau yg nebeng orang tak dikenal, mendingan ngga usah.
    karena bisa saja , orang itu pura2.

    BalasHapus
  9. Pengalaman buruk masa kecil yang berbekas sampai usia dewasa. Trauma ini akan selalu muncul dan membayangi yang bersangkutan bila menghadapi hal yang serupa atau mirip dengan situasi masa lalu. Rekaman jejak masa lalu telah terekam dalam alam bawah sadar kita. Memang cukup sulit untuk menghapusnya. Kami jadi teringat dengan seorang anak remaja yang tidak doyan makan buah Durian, ternyata di masa kecilnya dulu dia pernah sampai muntah-muntah setelah makan buah Durian. Setelah besar dia tidak mau lagi makan Durian. Padahal Durian adalah rajanya buah, rasanya lezat dan legit. Banyak orang yang menyukainya.

    BalasHapus
  10. kayknya pengalamn tidak sellau terualng lagi deh.... lam kenal ya mas..
    visit back..hehehe

    BalasHapus
  11. trauma masa lalu yg sangat membekas.
    tentu ada plus minusnya dari tindakan yg sekarang dilakukan.

    BalasHapus
  12. kalau yg mau nebeng orang yg sudah kita kenal dan baik2 aja gimana mas Edwin?

    BalasHapus
  13. pengalaman adalah guru yang paling baik (jika tidak dibayar denga mahal....)

    BalasHapus
  14. Hai sob.. sorry baru mampir nih.. belakangan ini sibuk offline plus begadang terus hehe

    BalasHapus
  15. Pengalaman yang tak mengenakan ya.. kita emang kudu hati2 apalagi jaman sekarang

    BalasHapus
  16. Sekedar mampir sambil nunggu Argentina vs meksiko

    BalasHapus
  17. pengalaman masa lalu kadang bs bikikn trauma
    gpp mas menolak kalo ada yg nebeng jaman sekarang mang banyak kasus kayak gtu serem >,<
    untung aku ga pernah naek motor paling naek sepeda tp kan sepedanya ga ada boncengan
    jadi ga ada yg minta nebeng hehe :p

    BalasHapus
  18. Dasar PELIT lu, Suatu saat nanti lu pasti merasakan. ketika lu ada di tengah kesusahan membutuhkan tumpangan dan ga ada orang yang mau tolong lu. trauma sih trauma. kan bisa di lihat orang yang membutuhkan sama orang yang tidak. cheers

    BalasHapus
  19. ya kadang kejahatan orang lain menjadi penghalang kebaikan kita kepada orang lain. Tidak ada yang salah dengan itu, waspada memang perlu...apalagi dunia tambah kejam,...mungkin karena sinetron dan berita tv yang tambah lepas kendali yak

    BalasHapus
  20. Trauma masa lalu selalu membekas...

    BalasHapus
  21. sangat kejam sekali tuh.. kenapa bisa begitu.?
    gak pnya rasa kasian nya sama se kali orang itu..
    jangan lah menaruh dendam atas sesama manusia..

    BalasHapus
  22. memang lebih baik berhati- hati pada orang tdak dikenal yang

    mampirmampir yakk
    http://www.the-netwerk.com

    BalasHapus
  23. nebeng yaitu ikut tumpangan.. biasa nya terkait dengan ikut numpang di kendaraan orang lain

    BalasHapus
  24. Kita memang harus lebih berhati hati

    BalasHapus
  25. I would not want to discover much more different information on this clot of characteristic, so it was eventually good to discover his an individual. I are certain to get back repeatedly to overlook the other articles which you have another time.

    BalasHapus

 
Toggle Footer
Top