22 Juni 2010
23 comments

Leci Rekayasa

Selasa, Juni 22, 2010
Jika anda melintas di perbatasan Surabaya-Sidoarjo, tepatnya di kawasan Waru, anda akan menjumpai deretan pedagang buah di sepanjang tepi jalan. Buah yang dijual beraneka ragam, tergantung musimnya. Yang sering dijual di sana adalah jeruk (yang katanya) lokam, salak (yang katanya) pondoh, durian (yang katanya) montong, rambutan (yang katanya) binjai, dan leci (yang katanya) merah dan sangat manis rasanya.

Siapa saja yang melihatnya pasti tertarik. Sang penjual memang pandai mengemas dagangannya sehingga membuat pengguna jalan yang melintas di depannya ngiler. Apalagi saat cuaca panas atau menjelang buka puasa Ramadhan. Wuih, pasti mampir deh, dan ingin segera membungkus buah untuk dibawa pulang.

Tapi sayang beribu sayang, ‘godaan’ yang ditawarkan para penjual buah itu cuma pepesan kosong. Alih-alih kepuasan akan kesegaran buah, justru kekecewaan dan kedongkolan yang bakal didapat konsumen.

Ada apa? Ya, saya pernah mengalami hal tak mengenakkan. Saya pernah membeli jeruk di sana. Sang penjual meyakinkan saya kalau jeruk yang dijualnya berasa manis. Saya pun mencoba mencicipinya, dan yang saya rasakan memang begitu. Tapi saat saya cicipi yang lainnya di rumah, hampir semuanya kecuuut. Saya pun mulai curiga akan kejujuran sang penjual. Jeruk sebanyak 2 kg itu pun saya timbang kembali. Ternyata, takarannya ‘menyusut’ sebanyak hampir 2 ons! Wah, jangan-jangan timbangannya dibuat main-main, nih

Masih belum hilang kejengkelan itu dari ingatan, siaran berita di televisi beberapa hari lalu membuat saya tertegun. Polisi menangkap seorang penjual buah leci di kawasan itu. Di layar televisi tampak leci yang diwarnai dengan zat pewarna tekstil hingga berwarna merah. Tujuannya jelas, supaya tampak merah merona dan berasa sangat manis. Sebuah rekayasa pewarnaan.

Wah, ini sudah keterlaluan. Apa yang dilakukan penjual itu tidak hanya penipuan, tapi juga ancaman terhadap kesehatan –bahkan nyawa- konsumen. Betapa tidak, zat pewarna pakaian sangat berbahaya bagi kesehatan apabila dicampur dengan makanan. Apa saja? Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata. Juga, jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

Tidak hanya kamuflase warna. Kecurangan lama penjual seperti yang pernah saya alami terjadi lagi. Apalagi kalau bukan manipulasi timbangan. Di layar televisi, polisi menunjukkan anak-anak timbangan yang sengaja dilubangi di bagian bawahnya. Dengan begitu, bobot timbangan menjadi berkurang, namun seolah-olah takarannya pas.

Sebetulnya saya merasa kasihan kepada penjual yang diciduk polisi itu, karena sumber penghidupannya menjadi terputus. But sorry to say, itu adalah konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Semoga terungkapnya kasus ini bisa menjadi shock therapy bagi penjual lainnya agar tidak mencontoh kecurangan yang dilakukan koleganya itu.

Bukankah perniagaan yang baik adalah yang membawa keridhaan di kedua pihak, penjual dan pembeli?


.

23 comments:

  1. Amat disayangkan hal seperti ini terjadi. Perbuatan menguntungkan diri sendiri yang bersifat hanya sesaat saja. Konsumen memang harus bersikap hati-hati dalam berbelanja. Salut kepada aparat penegak hukum yang dapat mengungkap kasus ini. Dibutuhkan monitoring dan pengawasan oleh pihak terkait secara kontinyu dan berkala untuk mencegah hal serupa terjadi kembali. Trims sharingnya sobat. Salam sukses.

    BalasHapus
  2. kalau makin banyak pedagang yang tak jujur..
    maka jangan salahkan bila konsumen beralih berbelanja buah di hypermat atau supermarket.
    untuk jerukrasanya emang lebih enak belanja di supermarket saja.
    Namun ada pula buah2 yg tak bisa masuk ke supermarket yaa..

    BalasHapus
  3. koq mereka sampai segitunya melakukan hal itu ya?
    belum ada kesadaran pada diri mereka...

    BalasHapus
  4. turut prihatin dengan kejadian ini, konsumen sangat dirugikan.

    BalasHapus
  5. repot memang mas, gara2 cari keuntungan sebesar-besarnya orang sudah gak mikirin masalah efek buruk pd orang lain apalagi dosa.

    BalasHapus
  6. Halo Edwin,
    Saya sering alami hal sama sewaktu beli durian dipinggir jalan dan dibawa pulang. Karena itu saya kalau mau beli dipinggir jalan selalu pilih makan ditempat.
    Tapi sekarang saya memilih beli disuper market yang walau lebih mahal sedikit tapi hasilnya lebih memuaskan.
    Kalau berpikir positif mungkin hanya sebagian pedagang pingir jalan yang berperilaku negatif.
    Tapi saya tidak mau ambil risiko.

    BalasHapus
  7. menghalalkan segala cara.. ndak bner,,,,, praktek2 ilegal kyk gni kyknya rame di negara kita, apakah di negara lain juga demikian... ?... hmmm

    BalasHapus
  8. Bagaimanapun hal itu tak boleh dilakukan oleh penjual. Selain merugikan konsumen, efeknya akan berantai. Dan ehm..itu menurut saya rejeki yg ngga berkah deh hehe

    Saya kira kasus ini sebagian kecil dari kasus2 serupa dengan bentuk2 yg beraneka ragam di negri ini... so sad.

    BalasHapus
  9. kunjungan pertama nich
    salam kenal
    semoga sukses
    terima kasih

    BalasHapus
  10. waduh, ciri akhir zaman kaya gini nih, para penguasaha mengurangi timbangan, + lebih parah lagi, pake barang hasil modif + beracun.. parah .. parah

    BalasHapus
  11. seperti hukum di pasar, kalo memang jelek mereka gak akan laku :)

    BalasHapus
  12. waaah bahaya itu Mas... Masya Allah koq cari uang sampai begitu yaa? padahal masih banyak yang halal asalkan kita benar2 yakin dan pasti dapat rezeki yang halal & berkah dari Allah SWT Sabg Maha Pemberi Rezeki. Kalo iman kita kuat, keyakinan kita mantap usaha kita rajin... Insya Allah rezeki pasti datang...percayalah....
    trims atas infonya, memang harus hati2 nih kalo belanja di pinggir jalan apalagi sama pedagang liar. sukses selalu Mas Edwin & tetap semangat

    BalasHapus
  13. wah untuk hal2 seperti itu sudah seharusnya diambil tindakan tegas selain menipu juga dapat membahayakan kesehatan pembeli.

    BalasHapus
  14. Itulah sifat sebagian pedagang kita sobat.. hehe

    BalasHapus
  15. Sayapun pernah mengalaminya tuh katanya alak podoh.. tapi bukan .. haha

    BalasHapus
  16. itu leci besar amat,,

    pasti kenyang kalau di makan sendiri,,

    hehe

    BalasHapus
  17. jadi pengen leci nya kayknya kalo di makan rame rame enak tuh ..

    BalasHapus
  18. Hhmmm...Ngiler nich,jadi pngen...!!

    BalasHapus
  19. maaf, sebab kita terutama pedagang tradisional kita kalah bersaing dengan pasar modern, ya begini.... banyak menipunya, kasihan pedagang yang jujur ikut terkena imbasnya

    BalasHapus

 
Toggle Footer
Top