13 April 2009
8 comments

Usance L/C Risiko bagi Eksportir?

Senin, April 13, 2009
Diasuh oleh: Saul Daniel Rumeser, Pengamat Ekspor Impor
Disadur dari: "Bisnis Indonesia"


Tanya:

Saya ingin menanyakan perbedaan (risiko) antara L/C at sight dengan Usance (baik 30, 60, 90 hari dst). Banyak rekan sesama eksportir yang menolak order dari importir di luar negeri hanya dikarenakan payment terms-nya rata-rata dengan L/C usance 90-180 days after B/L date.


Yang dikuatirkan bukan mengenai perputaran cash yang terhambat, tetapi lebih kepada risikonya. Benarkah sedemikian berat risiko dari suatu L/C usance terhadap L/C at sight sehingga banyak peluang bisnis yang ditolak hanya karena takut gagal bayar dari L/C usance tersebut? Apa saja risiko yang mungkin timbul dari usance L/C yang tidak terdapat dalam sight L/C? dan bagaimana kiat-kiat menyiasatinya?

Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.


Harrybowo
Wisma Korindo 11th Floor, Jl. M.T. Haryono Kav 62
Jakarta 12780


Jawab:

Adalah jamak bila bagi penjual, dalam hal ini eksportir, pembayaran tunai akan lebih kecil risikonya ketimbang pembayaran berjangka, yang semakin panjang periodenya akan semakin besar risikonya seirama dengan semakin besar unsur ketidakpastiannya. Itu adalah perbedaan klise antara sight L/C dan usance L/C.

Pada hakikatnya pembayaran dengan usance L/C adalah suatu pembiayaan yang diberikan oleh eksportir kepada importir, yaitu atas penyerahan barang importir diberi waktu untuk melakukan pembayarannya di kemudian hari sesuai yang disepakati bersama.

Issung bank memiliki waktu selama 5 hari kerja bank untuk memeriksa dokumen yang diterimanya, dan apabila memang ada penyimpangan terhadap syarat L/c maka issuing bank dapat menolak untuk membayar. Tetapi bila batas waktu 5 hari itu telah terlampaui maka issuing bank tetap terikat untuk membayar baik terhadap dokumen yang memang sudah memenuhi syarat L/C ataupun terhadap dokumen yang tidak memenuhi syarat L/C (discrepancy).

Hal ini berlaku baik bagi sight L/C maupun usance L/C. Hanya pada sight L/C tidak adanya penolakan pembayaran dari issuing bank terhadap dokumen yang diterimanya akan diikuti dengan pelaksanaan pembayaran itu sendiri (transfer). Sedangkan pada usance L/C biasanya berupa “akseptasi” yaitu suatu pernyataan formal dari issuing bank bahwa pada saat jatuh tempo nanti issuing bank akan membayar kewajibannya tersebut.

Pada sight L/C importir baru akan dapat melihat barang setelah issuing bank menyerahkan dokumen kepadanya yang tentu saja berarti bahwa issuing bank telah membayar L/C itu kepada eksportir melalui negotiating bank. Sedangkan pada usance L/C importir dapat melihat barang sebelum issuing bank melakukan pembayaran karena pembayaran baru dilakukan pada waktu jatuh tempo nanti, walaupun memang akseptasi (janji membayar) telah dikirimkan.

Jadi walaupun eksportir telah menerima “akseptasi” dari issuing bank, ia masih harus menunggu pembayaran yang efektif pada saat jatuh tempo. Memang tagihan eksportir terhadap issuing bank ini dapat saja di-diskonto untuk mendapat dana segar dengan potongan diskonto.

Tetapi hal itu tidak membebaskan eksportir terhadap kemungkinan tidak dibayarnya tagihan itu oleh issuing bank pada saat jatuh tempo nanti yang dapat disebabkan berbagai hal seperti issuing bank dilikuidasi, adanya perintah pengadilan untuk tidak membayar, dsb. Dalam hal itu terjadi, maka bank yang men-diskonto tagihan eksportir tadi memiliki hak regres untuk menagih kembali uang yang pernah dibayarkan kepada eksportir itu.

Beberapa langkah yang dapat anda lakukan untuk menghadapi hal itu antara lain adalah:

1. Tagihan yang didukung oleh adanya akseptasi itu didiskonto (dijual) tanpa hak regres (without regres)

2. Minta usance L/C itu di-confirm oleh bank setempat, kalau bisa bank yang merupakan cabang dari issuing bank yang ada di Indonesia, karena settlement terhadap anda oleh confirming bank itu adalah tanpa hak regres (without regres)

3. Senantiasa melibatkan dokumen transport yang memiliki fungsi document of title (bukti kepemilikan barang) seperti B/L (bill of lading) dengan penyerahan secara “full set”. Jangan sekali-kali mengirimkan 1 lembar original B/L langsung kepada importir dan jangan menggunakan AWB (airway bill)

4. Last but not least, sebaiknya “know your counter party” (kenalilah mitra dagang anda) sebelum melakukan deal.

Demikian jawaban saya, selamat mencoba.

8 comments:

  1. Terima kasih atas artikelnya yang sangat menarik dan bermanfaat ... smoga sukses selalu ... ilmu tidak akan habis bila kita mau berbagi dan menggali .... secara terus menerus ...

    BalasHapus
  2. Trims. Comment anda membuat saya terus semangat...:)

    BalasHapus
  3. It was a good read that obviously makes a good argument.

    BalasHapus
  4. Menambah wawasan saya , terimakasih artikelnya

    BalasHapus
  5. I would not want to discover much more different information on this clot of characteristic, so it was eventually good to discover his an individual. I are certain to get back repeatedly to overlook the other articles which you have another time.

    BalasHapus
  6. mantap dan bermanfaat ,, jadi tambah ilmu ,,

    thx ea cob ,,,

    BalasHapus
  7. trimakasih udh share ... bagus juga nih ..

    BalasHapus
  8. nice blog ,,,

    like it ,,,

    sukses terus untuk blog ini ...

    BalasHapus

 
Toggle Footer
Top