Sedekah Bumi: Peduli Bumi dengan Cara Membumi

Kemarin saya menerima undangan kerja bakti di lingkungan RT yang dilaksanakan Minggu pagi ini. Tak ada yang istimewa, karena setiap bulan RT saya sudah menjadwalkan kerja bakti rutin. Tapi saat saya cermati undangan itu, disebutkan bahwa kerja bakti dilaksanakan dalam rangka acara “Sedekah Bumi”. Wah, apa ini? Sedekah Bumi? Apakah maksudnya kita menyedekahi bumi, begitu pikir saya.

Saat kerja bakti dilaksanakan pagi tadi, saya mendapatkan jawabannya. Ternyata kerja bakti itu dilakukan serempak dan masal oleh semua RT yang ada di bawah naungan desa/ kelurahan kami, atas instruksi kepala desa. Kabarnya beberapa desa tetangga juga melakukan kegiatan yang sama. Setelah bekerja bakti, warga dijamu di kantor kepala desa –yang lokasinya ada di dalam kompleks perumahan saya- untuk menikmati hidangan dan acara hiburan. Semalam (yaitu malam minggu) sudah diadakan acara wayang kulit semalam suntuk di tempat yang sama, yang juga merupakan rangkaian acara “Sedekah Bumi” itu.

Saya pribadi menyambut positif kegiatan seperti ini. Kita selayaknya memang harus mencoba menyedekahi bumi kita ini. Kasihanilah bumi kita yang sudah tua ini dan sudah banyak rusak akibat tangan-tangan manusia, tangan-tangan kita sendiri. Kita tidak menyadari selama ini kita tidak menghargai bumi yang telah memberikan penghidupan bagi kita. Tanah, air, dan udara yang ada di bumi telah menopang kehidupan kita selama ini. Tapi yang kita lakukan justru merusak bumi. Ada yang bilang bumi bukan makhluk atau benda mati, lho. Kok bisa? Karena bumi juga BERTASBIH kepada Tuhan dengan cara yang tidak kita tahu. Tak heran, banyak bencana alam terjadi. Bumi marah akibat ulah manusia yang membuat kerusakan di muka bumi.

Saya pun salut karena acara “Sedekah Bumi” dilaksanakan oleh ‘hierarki terendah’ dalam struktur negara, yaitu tingkat desa atau kelurahan. Dengan begitu, kegiatan yang dilakukan lebih membumi, tidak semata-mata simbolik maupun wacana. Ternyata menyenangkan lho melihat warga sekelurahan bekerja bakti bersama membersihkan lingkungannya masing-masing.

Apakah tidak rancu dengan Hari Bumi yang biasa diperingati setiap tanggal 22 April oleh seluruh warga bumi? Saya rasa tidak. Sedekah Bumi bisa dijadikan alternatif upaya peduli kepada bumi, karena dilaksanakan oleh warga level RT yang biasanya tidak ikut cawe-cawe dalam peringatan Hari Bumi. Hari Bumi umumnya diperingati oleh para LSM lingkungan seperti Greenpeace, World Wildlife Fund, dan LSM-LSM lokal. Aksi yang mereka lakukan pun biasanya berupa protes kepada pihak yang dianggap telah ‘dzalim’ kepada lingkungan hidup. Jadi lebih ke arah wacana atau tekanan untuk para pembuat kebijakan.

Begitulah opini saya. Omong-omong, saya memang menaruh minat ke masalah lingkungan hidup. Dulu saya membuat skripsi yang mengangkat isu lingkungan hidup, yang saat itu sudah mulai ‘naik level’ dari yang semula dianggap sebagai isu low politics menjadi isu high politics. Selepas kuliah saya aktif di Forum Kota Surabaya dan bersinggungan –salah satunya- dengan masalah lingkungan hidup lokal. Saya sering ‘merapat’ ke bermacam kegiatan yang dilakukan oleh Walhi dan LSM lingkungan lokal lainnya (misalnya MicrO) untuk memperjuangkan ‘hak hidup' bumi Surabaya.

Sekian, sekedar berbagi. Semoga ada manfaatnya, meskipun cuma sedikit ^_^