Sehat, Nikmat Paling Mahal

Bersyukur. Satu kata bermakna ajakan yang mempunyai nilai teramat dalam. Tak tergerus masa untuk selalu didengungkan. Mengapa? Karena ia sifatnya divine, ada sangkut-pautnya dengan Tuhan. Ya, teramat banyak nikmat yang sudah dianugerahkan kepada kita oleh Allah Yang Maha Penyayang. Tak perlu kita menyebut satu per satu karena kita tak akan sanggup menghitungnya. Yang harus kita lakukan adalah mensyukurinya.

Kira-kira apa ya nikmat yang paling harus kita syukuri? Paling tidak yang ada relevansi langsung dengan langkah kehidupan kita hari demi hari? Bagaimana kalau HARTA? Hmm, tidak salah. Harta termasuk nikmat yang harus disyukuri. Dengan harta, kita bisa berjuang di jalan-Nya. Dengan harta, kita bisa membantu sesama. Shodaqoh, infaq, zakat, dan qurban juga membutuhkan harta. Justru kita diharapkan tidak miskin, tidak fakir. Karena orang yang tenggelam dalam kefakiran sangat rentan terjerumus ke dalam kekufuran.

Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang kaya dan bertaqwa. Tapi penting diingat, harta juga bisa mengantarkan kita ke pintu murka Allah kalau kita MENCINTAI harta, bukan MENSYUKURINYA.

Tapi benarkah harta adalah nikmat yang paling harus kita syukuri? Harta memang mahal. Tapi apakah harta adalah nikmat paling mahal yang diberikan kepada kita? Sekarang jika sekarang saya menyebut kata SEHAT, setujukah anda kalau kesehatan adalah nikmat yang jauh lebih mahal dari harta?

Kita sering tidak menyadarinya, lho. Saat kita sedang tidak sakit kita jarang mensyukuri kalau kita sebenarnya sedang menikmati nikmat sehat itu. Tidak ada yang kita rasakan istimewa. Semakin kita jarang sakit, semakin ‘biasa’ pula kita menyikapinya. Padahal itu berarti semakin panjang pula kita merasakan nikmat sehat itu. Justru kita sering protes kepada Tuhan mengapa seret sekali nikmat yang ditrunkan kepada kita. Habis, yang dijadikan ukuran harta sih.

Nah, kalau kita sudah sakit, baru deh disadari kalau sehat adalah suatu nikmat. Saat kita sakit flu saja deh, rasanya sekujur tubuh seperti rontok. Saat kita sakit gigi saja deh, rasanya ngilu menyebar ke mana-mana. Baru disadari rupanya kalau sehat itu ternyata mahal.

Itu baru sakit biasa. Apalagi kalau sakitnya ‘kelas berat’. Saya punya sepupu. Usianya sekarang 34 tahun, setahun di atas saya. Tahun lalu dia masih segar bugar, healthy as he could be. Baru saja dia divonis dokter mengidap kanker hati stadium lanjut. Kini, badannya bagaikan tulang diliputi kulit. Raga tak berdaya dan tak sanggup mencari nafkah. Hari-hari dihabiskan dengan keluar-masuk rumah sakit. Di rumah, ada istri dan tiga anak yang harus dihidupi.

Baru terasa kalau sehat itu teramat mahal. Kita mungkin kaya raya, bisa membeli apa saja yang ada di muka bumi ini. Tapi bisakah kita membeli sehat? Kita bisa berobat ke dokter dan rumah sakit terbaik di Singapore, Australia, China, bahkan Jerman. Tapi adakah jaminan kita PASTI sembuh? Kalau iya, alhamdulillah. Kalau tidak, itu berarti sehat memang tidak bisa dibeli dengan uang.

Kemarin saya menjalani medical check up yang rutin dilaksanakan setiap akhir tahun di kantor saya. Semoga hasilnya normal-normal saja. Saya ingin selalu sehat. Amien..

Mari syukuri kesehatan kita.